Jumat, 12 November 2010

Madrasah, Problematika dan solusinya

MADRASAH DAN SEGALA PROBLEMATIKANYA
Oleh: Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd

Selamat Hari Guru Kepada Semua Guru di seluruh Dunia
Semoga Kita benar-benar menjadi guru yang layak
Untuk digugu dan ditiru
Assalamu alaikum wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kita dapat memperingati Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2010 bersama dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang ke-65. Sehubungan dengan itu, izinkan saya menyampaikan selamat ulang tahun kepada guru yang saya hormati dan saya banggakan. Peringatan HGN dan HUT PGRI ini terasa begitu penting, karena sejak awal peradaban manusia sudah muncul kesadaran bahwa guru merupakan agen pembelajaran untuk pencerdasan anak manusia secara paripurna, baik secara sosial, emosional, intelektual dan kinestetik. On World Teachers’ Day 2010 hundreds of thousands of students, parents and activists around the world will pay homage to all teachers who have been directly or indirectly affected by a major crisis.
Be it a humanitarian crisis, such as the earthquake in Haiti and China, or the global economic crisis that has devastated many developed economies over the past year, the role of teachers and other education personnel is vital to social, economic and intellectual rebuilding.
All those who are fighting to provide quality education to children of the world can join teachers and their representative organisations to celebrate the profession and show them their support!
Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kesempatan yang diberikan kepada kami sebagai guru mewakili Cabang PGRI Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng wujud dari pengabdian kami kepada  bangsa dan negara, baik yang bertugas di Madrasah  negeri maupun di Madrasah swasta. Dengan peringatan Hari Guru Nasional tahun 2010 ini kita secara bersama-sama memacu peran strategis pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan guru dalam mewujudkan guru profesional, bermartabat, dan sejahtera.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Mencitrakan madrasah sebagai “komunitas yang terlupakan” (forgotten community) atau “komunitas yang terpinggirkan” (margined community), sudah saatnya untuk mulai diminimalisir dan dihindari. Sebab, citra-citra yang diterapkan dan dibangun pada madrasah maupun “pendidikan islam” secara umum saat ini cenderung (selalu) negatif. Citra-citra ini dibangun dari dalam maupun dari luar. Yang pada gilirannya hanya membuat citra madrasah dan guru madrasah selalu dianggap “buruk”, “negatif”, “tertinggal”, “takterperhatikan”, atau stereotip-stereotip negatif lainnya.
Dalam beberapa penelitian di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), hal ini justru membawa preseden buruk bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia secara umum. Sebab, citra negatif yang terus-menerus terbangun (constructed image),  cenderung menumbuhkan pesimisme dan rasa minder di tengah-tengah mereka yang bersinggungan dengan dunia madrasah. Bila terus menerus dibiarkan, tentu saja hal ini akan membawa dampak buruk berupa stagnasi atau bahkan degradasi kualitas madrasah, sebab citra tadi akan menjadi “kurungan” yang akan menghalangi seluruh stakeholders madrasah untuk berkembang dan berinovasi.
Komunitas yang terbayangkan
Persoalan citra, mungkin sepintas seperti persoalan sederhana. Namun, menurut David Chaney (1996), citra bisa membentuk persepsi, persepsi membentuk sikap, sikap membentuk perilaku, dan perilaku menentukan citra yang baru. Dari sini, ada dua efek yang mungkin terbangun. Pertama, bila citra negatif yang selalu disematkan pada madrasah mampu membangun “daya berontak” untuk keluar dari citra negatif tersebut, mungkin akan sangat baik. Sabab dari sini akan muncul kalangan yang berusaha mengubah citra itu menjadi citra yang baik.
Namun celakanya efek yang kedua, bila citra negatif itu ditangkap sebagian orang yang lain, yang terbangun justru adalah rasa minder dan pengakuan diam-diam (silent confession) atas citra negatif tersebut. Di benak para Guru dalam lingkup Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng, mungkin efek pertama yang terbangun adalah kurangnya pengetahuan para pengelola pendidikan pada Kantor Kementerian Agama itu sendiri terhadap manajemen pendidikan. Namun di benak sebagian yang lain—seperti saya, efek kedua diam-diam menyelinap dalam hati; membuat saya mengelus dada dan berkata, “oh, malangnya madrasah…”
Istilah “komunitas terbayangkan” mungkin sudah tidak asing lagi di ranah ilmu sosial, baik kajian budaya, sosiologi, politik, maupun hubungan antarbangsa. Istilah ini diperkenalkan oleh seorang sosiolog asal Cornell University, Bennedict Anderson, dalam bukunya yang berjudul Imagined Community (1991). Sebenarnya Ben Anderson berusaha menganalisis masalah kesukuan dan kebangsaan. Ia berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan mengapa masyarakat dari suku-suku tertentu yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia selalu bersatu dengan masyarakat lain yang sesuku, dan membayangkan kampung halamannya sebagai “komunitas terbayangkan” yang harus dijaga nama baiknya, diharumkan namanya.
Bila kita berada di luar Jawa Barat (Sunda), di Moskow misalnya, dan bertemu dengan seseorang yang juga berasal dari Sunda, kita akan bercengkrama akrab tantang Sunda; tentang Gunung Tangkuban Parahu, Prabu Siliwangi, atau masa depan budaya Sunda; tidak tentang Rusia atau pemerintahan Tsar yang digusur Lenin. Walaupun tidak pernah bertemu, tidak pernah berinteraksi, tidak pernah melakukan kontak, atau sudah lama kehilangan kontak, kita akan tetap (merasa) menjadi satu komunitas, merasa satu Sunda: “komunitas yang terbayangkan”.
Bila citra madrasah sebagai “komunitas yang terbayangkan” ini terbangun dengan baik, maka mereka yang di Bantaeng, Jeneponto, Bulukumba, Di DIKPORA, di Kantor Kementerian Agama, atau di manapun yang memiliki hubungan tertentu dengan madrasah akan merasa sebagai satu komunitas yang terhubung satu sama lain dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga nama baiknya, mengharumkan namanya.
Mengapa berusaha menjadikan Imagined Community sebagai citra madrasah? Sebab inilah yang paling dibutuhkan madrasah sebagai mitra penting pendidikan Islam (di Indonesia) saat ini. Rasa memiliki yang tinggi, rasa kesatuan, dan tanggung jawab untuk bersama-sama memajukan madrasah adalah modal penting yang harus dimiliki. Sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ia merupakan kekuatan potensial dalam melahirkan solidaritas antar anggota komunitas: solidaritas untuk membangun madrasah, solidaritas untuk meningkatkan peran madrasah di berbagai aspek, solidaritas mencapai suatu tujuan yang telah digantungkan bersama.
Coba hitung berapa orang yang mungkin terhubung dengan komunitas madrasah ini? Tentu banyak sekali. Bila citra komunitas yang terbayangkan ini terbangun dengan baik, maka, seperti diutarakan Ben Anderson, perasaan sebagai anggota komunitas yang terbayangkan tak terpengaruh ruang dan waktu. Siapapun yang pernah berhubungan dengan madrasah akan memiliki rasa memiliki terhadap madrasah, meskipun mereka telah tersebar di berbagai bidang kehidupan; guru madrasah maupun bukan, santri madrasah maupun bukan, pemegang kebijakan madrasah maupun bukan.
Apresiasi untuk PGRI Cabang Depag yang mulai Berinteraksi dan Membenahi diri
Keberadaan Pengurus PGRI Cabang Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng yang baru terbentuk awal tahun 2010 dengan visi “Terwujudnya Guru Madrasah yang Berkualitas, Sejahtera, dan Bermartabat”, mungkin bisa menjadi awal yang baik dalam rangka membangun citra madrasah sebagai “komunitas yang terbayangkan” di kalangan para guru madrasah. Para guru madrasah di Kabupaten Bantaeng, baik guru RA, MI, MTs, maupun MA, sudah memiliki visi yang satu tentang madrasah, dan ini merupakan prestasi besar yang perlu mendapatkan apresiasi besar pula dari Dinas Dikpora Kab Bantaeng maupun pemerintah daerah dalam bentuk MoU tentang Distribusi dan Pemerataan Guru PNS untuk mata pelajaran umum pada Madrasah.
Akhirnya, bila kelak terbangun persatuan alumni madrasah, atau organisasi-organisasi lain yang manisbatkan diri pada madrasah, rasanya madrasah sebagai “komunitas yang terbayangkan” sudah bukan bayangan lagi. Bila solidaritas dan rasa ke-madrasah-an telah terpatri di hati, maka komitmen untuk bersama-sama memajukan madrasah sebagai garda depan pendidikan Indonesia bukan lagi mimpi belaka.
Anda di Guru di Depag, Guru di Dikpora, atau di manapun, mari bersama-sama memajukan dunia pendidikan Indonesia melalui madrasah. Sebab kita berasal dari komunitas yang satu, komunitas yang (selalu) terbayangkan..
Saudara-daudara para guru yang saya hormati dan banggakan,
Melalui Hari Guru Nasional tahun 2010 ini kita jadikan momentum untuk menjadikan pendidikan sebagai pilar utama dalam mencapai kemajuan dan kejayaan bangsa, di mana guru memegang peran terpenting di dalamnya. Tujuan ini dapat dicapai melalui perjuangan Bapak / Ibu guru sekalian dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Prestasi, keteladanan dan kepeloporan guru yang ditunjukkan semasa revolusi hingga sekarang adalah semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus menerus kita selaraskan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tidak berlebihan kiranya harapan asa depan bangsa Indonesia dipertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru. Adanya guru yang profesional dan berdedikasi terhadap tugasnya merupakan prasyarat bagi keberhasilan pembangunan pendidikan kita.
Ketika arus globalisasi ekonomi dan mobilitas tenaga profesional makin melintasi batas-batas negara, sumber daya manusia Indonesia yang bermutu kita pertaruhkan. Para guru dan semua pemangku kepentingan terpanggil untuk secara kontinyu dan sungguh-sungguh meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia Indonesia masa depan yang cerdas, beriman, bermartabat, terampil, dan kompetitif memasuki percaturan global. Sejalan dengan itu, para guru harus makin melek teknologi informasi yang memungkinkan mereka makin mampu melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien.
Sekali lagi, saya ucapkan dirgahayu Hari Guru nasional 2010.  Semoga Kerja sama yang baik antara Dinas Dikpora dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng dapat segera diiplementasikan.
 Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan Barokah, Hidayah dan Petunjuknya kepada kita semua dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Wabillahit taufik wal hidayah,
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Bantaeng, 12 Nopember 2010

Mengenai Saya

Foto saya
Bantaeng, Sulawesi Selatan, Indonesia
Kepala SMP Islam Terpadu DII Dongkokang Kabupaten Bantaeng

Foto

Foto
Khitanan

Pengikut