Rabu, 05 November 2008

All about Bantaeng

Madrasah, Kualitas dan Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan

Oleh : Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.

Bantaeng; Rabu, 22 Oktober 2008.

Pengukuhan Pengurus Komite sekolah MTs GUPPI Biangloe Kabupaten Bantaeng Masa Bakti 2008-2011 oleh Bapak Bupati Bantaeng (DR. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr.) memberikan sebuah harapan baru bagi pengembangan dan peningkatan mutu madrasah secara umum di Kabupaten Bantaeng. Hal ini terbukti setelah sekian lama polemik antara Madrasah di bawah naungan Departemen Agama dan Sekolah Umum dibawah naungan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Bantaeng, dimentahkan dengan sebuah komitmen Sang Bupati Bantaeng bahwa “Insya Allah mulai Tahun 2009 tidak ada lagi perbedaan antara Madrasah dan Sekolah Umum” semua harus bersinergi, bangkit dan mengenjot standar proses untuk meningkatkan kuatitas pendidikan di Kabupaten Bantaeng.

Madrasah dan sekolah umum bagi sebagian masyarakat tidak ada bedanya. Kalau pun ada perbedaannya itu hanya sedikit. Intinya, yang penting ialah bagaimana agar siswa dapat melanjutkan pendidikan. Sehingga ilmu yang diperoleh di tingkat dasar misalnya dapat dilanjutkan di tingkat pendidikan menengah pertama atau pendidikan lanjutan atas, begitu pula di tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah hingga aliyah.

Kendati penilaian secara umum menunjukkan suatu intensitas yang sama, tapi dalam kaca mata kita (muslim…Red) madrasah cukup banyak berperan dalam membina kepribadian anak. Kenapa? Karena dalam dunia pendidikan di madrasahlah yang banyak-banyak mengajarkan pengetahuan agama Islam, sebagai salah satu bekal dalam pembentukan intelektualitas muslim dan kepribadian anak.

Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd., dalam Sambutannya pada Acara Pengukuhan Pengurus/anggota Komite MTs GUPPI Biangloe (22/10/2008), mengatakan bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan agama Islam dimana 100% Struktur Kurikulum Pendidikan Umum diimplementasikan dan ditambah Pendidikan Agama Islam, Lembaga yang dalam sejarah sangat konsisten mensukseskan pencapaian tujuan pendidikan nasional, melahirkan intelektual-intelektual bermoral, karena nilai-nilai keagamaan sangat subur dalam sistem pendidikan yang juga menjadi media perjuangan, untuk mempertahankan ajaran-ajaran Islam, secara fundamental (mendasar).

Muhammad Yusuf; selanjutnya menilai, seharusnya proses pembelajaran dan pendidikan yang dianut sistem madrasah, dilestarikan dan dikembangkan dengan memberikan porsi perhatian yang seimbang khususnya pada Pemerataan dan Pemenuhan Guru PNS/Kontrak untuk setiap mata pelajaran di Madrasah, mengingat perannya yang sangat krusial. Dia mencontohkan, di Kabupaten Bantaeng ini, keberadaan madrasah seakan termarginalkan (diposisikan Abu-Abu) dari kebijakan pemerintah se tempat, dalam pengembangannya belum disetarakan dengan sekolah umum dalam orientasi dan implementasi konsep “Cerdas”, hanya dengan alasan Madrasah itu berada di bawah naungan Departemen Agama. Pada hal siswa(i) yang belajar di Madrasah adalah Putra(i) orang Bantaeng yang secara aktif memberikan konstribusi pada APBD Kabupaten Bantaeng.

Konsep ‘Cerdas’ yang dimaksudkan ialah, mengimplikasikan sistem pendidikan yang komprehensif dalam membangun dunia pendidikan, khususnya meningkatkan ilmu pengetahuan (iptek), maupun iman dan taqwa (imtaq). Tidak masuknya madrasah dalam konsep 'Cerdas' merupakan pengingkaran terhadap undang-undang (UU) sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, Bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1).

Ahmad Karim, yang juga Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Bantaeng mengatakan, diskriminasi terus saja mewarnai dunia pendidikan saat ini. Padahal dalam UU Sisdiknas Pasal 11 ayat 1 disebutkan ‘’Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu, bagi warga negara tanpa diskriminasi.

Merujuk pada ketentuan di atas, seharusnya madrasah juga harus menjadi bagian dari realisasi dikukuhkannya Pengurus/Anggota Komite MTs GUPPI Biangloe hari ini. Pengurus/Anggota Komite, Pemerintah Daerah dan Departemen Agama harus duduk bersama melahirkan sebuah Kesepakatan untuk memenuhi 8 Standar Nasional Pendidikan di Kab Bantaeng, guna memacu peningkatan potret kualitas dan kuantitas pendidikan pada sekolah Umum dan Madrasah.

Alangkah naifnya bila madrasah, lembaga pendidikan Islam sebagai 'dapur' utama menciptakan dan melahirkan generasi berakhlakul karimah yang menjadi pondasi kemajuan bangsa, tidak mendapatkan perhatian dalam kapasitasnya sebagai lembaga pendidikan yang jelas-jelas memiliki hak, untuk diperlakukan sama tanpa diskriminasi (perbedaan), sebagaimana termaktub dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003.

Peran Madrasah

Jika kita mencermati peran lembaga pendidikan saat ini, peran madrasah tak terkecuali. Peran madrasah untuk menjadikan negeri ini sebagai satu kesatuan yang religius sangat jelas. Lembaga pendidikan Islam ini menawarkan konsep pendidikan prinsipil (paling dasar), terhadap pemahaman tentang ajaran Islam, yang mewajibkan semua umatnya berakhlak mulia. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa, misi pertama dirinya diutus ke dunia, yakni memperbaiki dan menyempurnakan akhlak mulia, dan wadah interpretasinya adalah madrasah.

Ketika peran madrasah dimarginalkan, bisa dipastikan implikasi (dampak) negatifnya akan menjadi 'wabah' yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat sebagai konsekuensi tidak kuatnya, atau melemahnya peranan madrasah, sehingga terjadi dekadensi (keterpurukan) moral bangsa kita, karena dipimpin dan dihuni orang-orang yang tidak berakhlak mulia.

Karena itu, di dalam pemahaman literatur Islam, disebutkan bahwa adab (akhlak yang baik), kedudukannya lebih penting, ketimbang ilmu. Fakta menjawab dengan jelas, karena tidak amanahnya para pemimpin bangsa Indonesia, dalam memandu negara ini, kehancuran dan bencana menjadi bagian dari pemandangan mata kita setiap hari, bahkan mungkin pernah kita rasakan.

Akibat Termarginalisasi

Kenapa guru madrasah berkualitas rendah dan dana pendidikan bagi madrasah Indonesia sangat ‘sempit’? Hal ini kiranya tidak dapat dipisahkan dari pemosisian madrasah itu sendiri dalam belantara pendidikan kita.

Ki Supriyoko dalam artikel yang berjudul Masa Depan Madrasah di Indonesia mengatakan, selama ini posisi madrasah berada pada wilayah marginal. Sejak republik ini berdiri rasanya belum pernah madrasah menempati posisi sentral dalam sistem pendidikan nasional. Selama ini madrasah tidak pernah menjadi main paper dalam wacana dan kiprah pendidikan nasional. Sepertinya madrasah tidak lebih dari suatu komplomen yang eksistensinya yang tidak mutlak diperlukan. Hal ini sangat disayangkan karena sebenarnya madrasah mempunyai peran yang signifikan dalam pencerdasan bangsa.

Labih daripada itu banyak praktisi madrasah yang merasakan adanya perlakuan kurang adil dari pemerintah terhadap dunia kemadrasahan. Soal dana, soal pemanfaatan lulusan, dan sebagainya, cenderung berpihak pada sekolah umum daripada madrasah.

Keadaan tersebut, kata Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private Education, Tokyo itu, barangkali banyak benarnya, walaupun tidak secara mutlak. Hal itu terjadi antara lain disebabkan karena banyak madrasah yang berkembang di negeri kita sekarang ini tidak lebih dari sekedar imitasi dari sekolah umum yang diberi label agama.

Artinya secara substantif pendidikan yang berlangsung di madrasah (tidak termasuk pendidiikan di pesantren pada umumnya) hanya “tiruan” dari pendidikan yang berlangsung di sekolah; hanya saja dibagian luar saja dibungkus dengan baju agama. MI adalah SD yang diberi baju agama; demikian pula dengan MTs dan MA.

Pendapat di atas mungkin benar secara tidak mutlak; tetapi dalam realitas banyak orang tua yang kecewa terhadap anaknya yang tamat pendidikan pada madrasah tidak mendapat ilmu agama dalam porsi memadai sesuai dengan predikat kemadrasahanya. Banyak orang mengeluh bahwa madrasah sekarang kehilangan identitas (rohnya); madrasah kita kehilangan apinya.

Sebaiknya para praktisi madrasah menyadari hal itu dan segera melakukan aktifitas pembenahan lembaga. Meningkatkan profesionalisme guru kiranya merupakan prioritas utama dalam aktifitas pembenahan tersebut. Menatar guru, melatih guru, menyekolahkan guru ke pendidikan lanjut, dan melibatkan para guru dalam berbagai kegiatan keilmuan (dunia) harus menjadi program utama dalam upaya peningkatan kualitas lembaga. Lalu bagaimana dengan masa depan madrasah kita? Hal ini sangat tergantung pada insan madrasah itu sendiri.

Sekian. and Terima Kasih


Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Bantaeng, Sulawesi Selatan, Indonesia
Kepala SMP Islam Terpadu DII Dongkokang Kabupaten Bantaeng

Foto

Foto
Khitanan

Pengikut